Baru-baru ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan keterkejutannya terhadap besaran tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini disampaikannya dalam sebuah konferensi pers yang diadakan di kantornya di Jakarta, di mana ia menyebut tarif tersebut mencengangkan.
Dia mencatat bahwa tarif cukai yang ditetapkan mencapai 57%, yang dianggapnya sangat tinggi dan memberikan dampak signifikan pada penerimaan negara. Dalam diskusinya, Purbaya mempertanyakan apakah kebijakan ini benar-benar efisien, mengingat ada kemungkinan penurunan pendapatan jika tarif cukai terlalu tinggi.
Ia menegaskan bahwa ketika tarif cukai berada pada level rendah, pendapatan negara justru bisa lebih meningkat. Hal ini membuka perdebatan tentang apakah diperlukan penyesuaian kebijakan CHT demi mencapai keseimbangan antara pendapatan negara dan kesehatan masyarakat.
Keterkaitan Antara Cukai dan Kebijakan Kesehatan
Purbaya mengakui bahwa kebijakan tarif CHT yang tinggi tidak hanya mempertimbangkan aspek pendapatan, tetapi juga kesehatan masyarakat. Pemerintah, katanya, ingin mengendalikan konsumsi rokok, sehingga dengan tarif yang lebih tinggi, konsumsi rokok diharapkan menurun.
Meski demikian, ia mencatat bahwa industri rokok lokal tetap perlu dijaga agar tidak mengalami dampak negatif yang berlebih. Dengan begitu, pemutusan hubungan kerja di sektor industri hasil tembakau bisa dihindari.
“Industri rokok penting untuk perekonomian lokal. Tanpa perhatian yang serius, kita bisa kehilangan banyak tenaga kerja yang berkontribusi signifikan dalam masyarakat,” ujarnya.
Pentingnya Peninjauan Kebijakan CHT untuk Tahun Mendatang
Purbaya menekankan bahwa untuk merumuskan kebijakan yang lebih baik untuk CHT tahun 2026, ia berencana melakukan peninjauan langsung terhadap kondisi industri rokok. Kunjungan ke beberapa daerah yang dikenal sebagai pusat produksi rokok menjadi salah satu langkah strategisnya.
Hal ini diperlukan agar pemerintah memiliki gambaran yang lebih nyata mengenai dinamika industri, serta tantangan yang dihadapi oleh para pelaku usaha. Dalam perspektifnya, memahami secara langsung situasi di lapangan akan memudahkan penyusunan kebijakan yang lebih tepat sasaran.
“Salah satu fokus utama kami adalah memberantas peredaran rokok ilegal, baik yang dijual secara konvensional maupun daring. Kami harus menegakkan aturan secara tegas,” tambahnya.
Menjaga Iklim Usaha dan Tenaga Kerja di Sektor Rokok
Purbaya menjelaskan bahwa menjaga iklim usaha sangat krusial, terutama bagi industri rokok yang berisiko mengalami pelemahan. Pemerintah wajib memberikan dukungan kepada industri ini agar tetap dapat beroperasi dan menyerap tenaga kerja yang ada.
“Kami tidak ingin menjalankan kebijakan yang hanya fokus pada pengendalian konsumsi tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi yang lebih luas. Tenaga kerja harus tetap mendapatkan perhatian yang serius,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa semua kebijakan perlu dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa keseimbangan antara kesehatan dan kepentingan ekonomi dapat tercapai. Sebagai contoh, beban pajak yang tinggi tidak boleh membuat industri rokok terpuruk dan menghancurkan lapangan kerja yang ada.