Meski dunia semakin fokus pada transisi menuju energi bersih, keberadaan energi fosil seperti batu bara dan bahan bakar minyak (BBM) masih sangat signifikan. Di Indonesia, pemanfaatannya direncanakan akan terus berlangsung hingga tahun 2030 bahkan mungkin hingga tahun 2060 mendatang.
Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 40 tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Aturan ini menggantikan PP No. 79 Tahun 2014 yang sebelumnya berlaku, menegaskan bahwa energi final adalah sumber energi yang langsung konsumsinya oleh pengguna akhir.
Dalam pasal 9, disebutkan bahwa Indonesia merumuskan pemanfaatan energi final dari berbagai jenis energi, termasuk batu bara dan BBM. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk beralih ke energi terbarukan, energi fosil tetap menjadi bagian penting dalam kebijakan energi nasional.
Rencana Penggunaan Batu Bara di Indonesia Hingga 2060
Dalam periode sepuluh tahun yang akan datang mulai tahun 2030, Indonesia diproyeksikan akan memanfaatkan batu bara antara 67,2 hingga 68,7 juta ton setara minyak (tonnes of oil equivalent/TOE). Meskipun ada dorongan untuk energi bersih, kebijakan ini menunjukkan komitmen terhadap penggunaan batu bara yang signifikan.
Memasuki tahun 2040, pemanfaatan batu bara diperkirakan akan meningkat secara drastis, mencapai antara 83,3 juta TOE hingga 85,3 juta TOE selama satu dekade. Rencana ini memperlihatkan bahwa ketergantungan pada batu bara akan tetap tinggi dalam dekade mendatang.
Namun, pada tahun 2050, ada penurunan penggunaan batu bara yang diperkirakan menjadi sekitar 80,3 hingga 81,8 juta TOE. Ini mungkin menunjukkan perubahan kebijakan yang lebih progresif di tengah tuntutan global untuk pengurangan emisi karbon.
Berdasarkan proyeksi, penggunaan batu bara akan menyusut lagi, menjadi sekitar 25,3 hingga 38,6 juta TOE pada tahun 2060. Hal ini mencerminkan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara dan meningkatkan kualitas lingkungan.
Proyeksi Penggunaan Bahan Bakar Minyak hingga 2060 di Indonesia
Selain batu bara, penggunaan BBM di Indonesia juga direncanakan mengalami penurunan yang signifikan hingga tahun 2060. Pada tahun 2030, pemanfaatan BBM diperkirakan berkisar antara 75,3 hingga 82,1 juta TOE dalam sepuluh tahun mendatang.
Seiring dengan waktu, penggunaan BBM dalam negeri diprediksi akan menurun. Pada tahun 2040, angka ini akan turun menjadi antara 64,3 hingga 73,5 juta TOE selama satu dekade. Ini menunjukkan bahwa pemerintah berupaya untuk mengurangi penggunaan BBM dalam rangka meningkatkan efisiensi energi.
Memasuki tahun 2050, pemanfaatan BBM kembali berkurang, mencapai 45,8 hingga 54,7 juta TOE. Langkah-langkah ini menjadi penting dalam mewujudkan target pengurangan penggunaan energi fosil dan beralih ke sumber energi lebih bersih.
Hingga tahun 2060, Indonesia hanya akan memanfaatkan BBM antara 22,8 hingga 32 juta TOE, menunjukkan perubahan dramatik dalam pola konsumsi energi dalam dua dekade ke depan. Ini mencerminkan tekad untuk meminimalkan dampak lingkungan dari pemakaian energi.
Strategi Energi Bersih dan Masa Depan Energi di Indonesia
Transisi menuju energi bersih sangat penting untuk keberlanjutan masa depan. Indonesia sebagai negara berkembang harus menemukan keseimbangan antara kebutuhan energi saat ini dan masa depan yang lebih bersih. Strategi ini mencakup pengembangan energi terbarukan dan efisiensi energi.
Pemerintah berkomitmen untuk mengeksplorasi berbagai sumber energi terbarukan seperti solar, angin, dan geothermal. Ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan sekaligus menurunkan emisi karbon dioksida secara signifikan.
Kebijakan energi nasional yang lebih ambisius juga akan melibatkan investasi dalam teknologi baru dan inovasi. Pengembangan infrastruktur untuk energi terbarukan harus diprioritaskan untuk memastikan kelangsungan pasokan energi yang berkelanjutan.
Selain itu, keterlibatan masyarakat juga menjadi hal penting dalam transisi ini. Edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya penggunaan energi bersih diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak dari energi fosil terhadap lingkungan.
Tantangan yang Dihadapi dalam Alih Energi di Indonesia
Transisi energi di Indonesia tidak tanpa tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah ketergantungan yang masih tinggi pada batu bara dan BBM. Hal ini ditambah dengan adanya infrastruktur yang sudah ada sebelumnya, di mana fasilitas-fasilitas ini didesain untuk mendukung penggunaan energi fosil.
Selain itu, aspek sosial-ekonomi juga menjadi masalah yang tak bisa diabaikan. Banyak tenaga kerja yang selama ini bergantung pada industri energi fosil. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk menciptakan peluang kerja baru dalam sektor energi terbarukan.
Kendala teknis, seperti kebutuhan akan teknologi baru dan pembiayaan, juga menjadi faktor penghambat dalam proses transisi ini. Sumber daya finansial yang terbatas dapat menghambat pengembangan energi terbarukan yang lebih efisien dan lebih bersih.
Akibatnya, diperlukan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk bersama-sama menghadapinya. Adanya kolaborasi dan kemitraan akan membantu mengatasi tantangan yang ada dan memajukan visi untuk masa depan energi yang lebih berkelanjutan.