Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengeluarkan imbauan kepada masyarakat, khususnya bagi mereka yang menjadi korban penipuan atau scam, agar segera melapor ke Indonesia Anti-Scam Centre (IASC). Penegasan tersebut didasari oleh fakta bahwa proses perpindahan uang dari transaksi penipuan sangat cepat, hanya dalam waktu satu jam. Oleh karena itu, laporan yang diterima IASC semakin cepat dapat berpengaruh pada kemungkinan pengembalian uang yang hilang. Keterlambatan dalam melapor hanya akan memperburuk keadaan dan mendesak hilangnya dana yang ditipu.
Ketua Sekretariat Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) OJK, Hudiyanto, menjelaskan bahwa perpindahan uang dari rekening korban ke rekening pelaku scam bisa terjadi dalam waktu 1-2 menit. Ironisnya, beberapa laporan yang masuk ke OJK hanya diterima dalam waktu kurang dari satu jam, dan jumlahnya tidak lebih dari satu persen dari total 300 ribu laporan yang masuk.
Berdasarkan informasi dari IASC, jumlah laporan yang diterima mencapai 299.237 dengan total kerugian yang dilaporkan mencapai Rp 7 triliun. Selain itu, jumlah rekening yang telah diblokir mencapai 94.344 dari keseluruhan 487.378 rekening yang dilaporkan. Ini menunjukkan pentingnya kesigapan masyarakat dalam melapor.
Kecepatan Tindak Lanjut Dapat Mengurangi Kerugian Finansial
Satu hal yang perlu dipahami adalah kecepatan dalam mengajukan laporan sangat menentukan. Dengan melapor dalam waktu yang cepat, kemungkinan untuk menyelamatkan dana yang hilang menjadi jauh lebih tinggi. Hal ini terbukti dari data yang dikemukakan, bahwa banyak uang yang tidak dapat kembali setelah satu jam berlalu sejak penipuan terjadi.
Pihak OJK menekankan bahwa tindakan preventif harus lebih diperhatikan oleh masyarakat. Pengetahuan tentang cara mencegah penipuan lebih penting dibandingkan hanya menunggu tindakan represif yang mungkin datang setelah penipuan terjadi. Masyarakat diharapkan untuk lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi keuangan, terutama bila dilakukan secara online.
Pentingnya melapor ke IASC bisa dilihat dari langkah-langkah yang diambil oleh jaringan IASC. Dalam momen kritis ini, mereka tidak hanya bertindak untuk memblokir rekening pelaku, tetapi juga untuk menghalau seluruh ekosistem penipuan yang ada. Ini mencakup pemblokiran aplikasi, tautan, dan saluran komunikasi yang dapat digunakan pelaku untuk melakukan penipuan lebih lanjut.
Data Laporan dan Kerugian yang Dialami Masyarakat
Data menunjukkan bahwa antara 22 November 2024 hingga 19 Desember 2025, ada lebih dari 299 ribu laporan yang masuk. Ini merupakan suatu angka yang mencengangkan dan menunjukkan bahwa penipuan keuangan begitu meluas dalam masyarakat. Total kerugian yang dilaporkan adalah sebesar Rp 7 triliun, yang menunjukkan dampak signifikan dari praktik penipuan ini terhadap perekonomian individu dan masyarakat.
Dengan lebih dari 94 ribu rekening yang diblokir, jelas terlihat bahwa OJK mencoba untuk menangani masalah ini dengan serius. Namun, masih ada banyak tantangan yang harus dihadapi, termasuk kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya penipuan dan bagaimana melindungi diri dari bahaya tersebut.
OJK dan IASC terus berupaya untuk fokus pada tindakan praksis dan preventif demi melindungi masyarakat. Kesadaran akan penipuan keuangan yang semakin sulit dideteksi menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga-lembaga ini. Oleh sebab itu, sosialisasi tentang tindakan menghindari penipuan perlu ditingkatkan.
Strategi untuk Mencegah Penipuan di Masa Depan
Strategi pencegahan menjadi kunci utama untuk membantu masyarakat terhindar dari penipuan. Langkah pertama adalah meningkatkan kesadaran individu tentang cara mengenali tanda-tanda penipuan. Masyarakat perlu diberi pemahaman yang lebih dalam mengenai modus-modus penipuan yang sering terjadi, serta cara-cara untuk melaporkannya.
Selain itu, OJK juga mendorong kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga finansial, untuk menyebarluaskan informasi berkaitan dengan penipuan. Pelatihan dan seminar dapat digelar untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang langkah-langkah pencegahan. Dengan cara ini, masyarakat akan lebih siap menghadapi potensi penipuan yang mungkin menimpa mereka.
Mentalitas ‘hati-hati’ dalam bertransaksi, terutama di era digital ini, harus ditanamkan di kalangan masyarakat. Pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang praktik penipuan dapat membantu individu untuk mengambil tindakan preventif sebelum menjadi korban. Keberanian untuk melapor juga harus ditumbuhkan, agar setiap upaya penipuan dapat segera ditanggulangi.













