Pada tahun 2025, Lembaga National Single Window (LNSW) menghadapi tantangan dalam mengelola waktu tinggal barang di pelabuhan. Dengan agregat dwelling time yang tercatat mencapai 2,93 hari, angka ini sedikit lebih tinggi dibanding target rata-rata yang ingin dicapai, yaitu 2,87 hari.
Kepala LNSW, Oza Olavia, mengungkapkan bahwa meskipun target tersebut realistis, pemenuhan ada di tangan faktor-faktor eksternal. Misalnya, periode libur panjang, seperti Lebaran, sering kali menyebabkan peningkatan signifikan pada dwell time karena perubahan operasional yang terjadi di lapangan.
“Jika kita mengalami libur yang sangat panjang, seperti dua minggu saat Lebaran, pelabuhan cenderung mengalami penumpukan. Hal ini otomatis akan meningkatkan waktu tinggal barang yang diperlukan,” jelas Oza dalam sebuah media gathering. Pentingnya mengelola informasi terkait fluktuasi indikator ini sangat dibutuhkan untuk menjaga transparansi dan keandalan data.
Oza juga menegaskan bahwa informasi mengenai penyebab fluktuasi dalam waktu tinggal barang perlu disampaikan dengan jelas. “Kita harus mampu menginformasikan penyebab harus di mitigasi agar pihak terkait tidak salah paham,” tambahnya.
Pada bulan Oktober 2025, waktu tinggal barang rata-rata di pelabuhan tercatat sebesar 2,47 hari. Sementara untuk rentang tahun sebelumnya, rata-rata dwelling time berada pada angka 2,86 hari di tahun 2024, meningkat dari 2,62 hari di 2023 dan sedikit lebih tinggi dari 2,84 hari di 2022.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dwelling Time di Pelabuhan
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi dwelling time adalah karakteristik operasional pelabuhan itu sendiri. Setiap pelabuhan di Indonesia memiliki kondisi yang unik, dan hal tersebut berkontribusi terhadap efisiensi proses bongkar muat. Meskipun ada target yang ingin dicapai, realita di lapangan sering kali menunjukkan hasil yang berbeda.
Oza menekankan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki tantangan tersendiri. Berbeda dengan negara-negara lain yang memiliki sistem logistik lebih efisien, Indonesia harus menghadapi berbagai kendala dalam pengelolaan pelabuhan. Misalnya, kompleksitas proses pemeriksaan dan distribusi barang menjadi faktor penting yang mempengaruhi laju waktu tinggal barang.
Selain itu, adanya periodisasi tertentu, seperti libur nasional, dapat menyebabkan waktu tinggal barang meningkat. Oza menjelaskan bahwa selama periode tersebut, aktifitas bongkar muat menjadi terhambat dan menyebabkan penumpukan barang. Situasi ini tentunya mengharuskan pihak pelabuhan untuk mencari solusi yang tepat dalam mengelola waktu tinggal barang.
Penting juga untuk mempertimbangkan faktor cuaca yang dapat berpengaruh terhadap operasional pelabuhan. Cuaca buruk atau kondisi alam lainnya bisa menyebabkan keterlambatan dalam proses bongkar muat. Oleh karena itu, perlunya persiapan yang matang dan mitigasi risiko menjadi kunci untuk mengatasi isu ini.
Perbandingan Dwelling Time antar Negara
Ketika membahas dwelling time, penting untuk melakukan perbandingan dengan negara lain secara hati-hati. Menurut Oza, karakteristik logistik di Indonesia sangat berbeda dibandingkan dengan negara-negara yang berfungsi sebagai hub logistik. Misalnya, pelabuhan di Singapura lebih berfokus pada aktivitas transit, bukan pada distribusi barang secara menyeluruh.
Dalam konteks ini, Oza menjelaskan bahwa proses bongkar muat di pelabuhan Indonesia cenderung lebih kompleks. Sebagai contoh, di Singapura, barang sering kali hanya diturunkan sementara sebelum dipindahkan ke kapal lain, sementara di Indonesia banyak proses yang harus dilalui sebelum barang siap didistribusikan.
Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa waktu tinggal barang di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Singapura. Sebaiknya, setiap negara meninjau dan memperbaiki sistem logistik mereka sesuai dengan kondisi yang ada di masing-masing negara.
Oza menambahkan bahwa sistem logistik yang baik dan efektif memerlukan kerjasama antara berbagai pihak. Dengan begitu, setiap pengangkutan barang dapat dilakukan dengan lebih efisien dan waktu tinggal dapat diminimalisir.
Solusi untuk Mengurangi Waktu Tinggal Barang di Pelabuhan
Untuk mengurangi dwelling time, Oza mengusulkan beberapa solusi proaktif. Salah satu langkah awal yang penting adalah meningkatkan transparansi dalam proses operasional. Dengan informasi yang jelas, semua pihak dapat mempersiapkan diri lebih baik dalam menghadapi kemungkinan penumpukan barang.
Selain itu, penggunaan teknologi juga menjadi salah satu solusi yang menawarkan efisiensi operasional. Misalnya, sistem manajemen pelabuhan yang berbasis teknologi dapat membantu memudahkan komunikasi dan koordinasi antar berbagai pihak yang terlibat dalam proses bongkar muat barang.
Implementasi sistem berbasis data yang terintegrasi juga menjadi langkah penting. Dengan informasi terpusat yang dapat diakses semua pihak, proses pengambilan keputusan pun akan menjadi lebih cepat dan efektif. Hal ini memungkinkan penentu kebijakan untuk memahami situasi secara real-time dan mengambil tindakan yang perlu untuk mempercepat proses.
Pentingnya kolaborasi dengan pelaku usaha juga tak bisa diabaikan. Mengajak semua pihak terkait, seperti eksportir dan importir, dalam merumuskan strategi pengurangan waktu tinggal barang dapat membawa hasil yang lebih baik. Dengan membangun ekosistem logistik yang solid, diharapkan penumpukan barang bisa diminimalisir dalam jangka panjang.














