Seorang ibu, Kirsty Diaso, mengungkapkan kekecewaannya terhadap layanan maskapai penerbangan setelah anaknya yang memiliki kebutuhan khusus tidak mendapatkan perhatian yang layak. Dalam pengalaman menyedihkan ini, dia merasakan kurangnya perubahan signifikan bagi penumpang difabel setelah dua dekade.
Daiso terpaksa berjuang sendirian untuk mengurus kebutuhan anaknya yang penderita cerebral palsy dan quadriplegia saat bepergian. Insiden ini menggarisbawahi tantangan yang dihadapi oleh penumpang difabel dalam perjalanan udara modern.
Di tengah perjalanan dari Dublin ke Warsawa, Diaso dan anaknya mengalami masalah ketika kursi roda Andre tidak dimuat. Staf bandara yang diharapkan dapat memberikan bantuan malah menyampaikan kabar buruk bahwa kursi roda tersebut tertinggal di Irlandia.
Kesulitan yang Dihadapi Ibu dan Anaknya dalam Perjalanan
Kirsty, sebagai mantan pramugari, mendapati bahwa pengalaman menempuh perjalanan udara dengan anak difabel sangat melelahkan. Dalam perjalanan itu, Andre tidak hanya berhati-hati, tetapi juga membutuhkan lebih banyak perhatian dan perawatan yang tidak bisa diabaikan.
Pada saat mendarat, harapan untuk mendapatkan bantuan langsung dari staf bandara memudar. Sebaliknya, mereka diberitahu bahwa kursi roda Andre tidak dibawa dan dia harus digendong.
Di saat itu, Diaso menyadari bahwa orang lain sering tidak memahami kompleksitas situasi yang dihadapi oleh orang tua dari anak-anak difabel. Menggendong Andre sambil membawa barang-barang tambahan lain menjadi momen yang sangat menegangkan.
Masalah Layanan dan Ketidaknyamanan yang Dialami
Ketika mengalami kerumitan dalam mengisi formulir bagasi yang hilang, Diaso merasa sangat frustasi. Staf hanya menawarkan kursi roda berukuran dewasa yang tidak sesuai dengan kebutuhan Andre, meninggalkan mereka tanpa solusi yang nyata.
Tanpa kursi roda, mereka terpaksa tinggal di sebuah apartemen di Warsawa tanpa akses ke kebutuhan dasar. Hal ini menjadikan waktu mereka di Polandia sebuah pengalaman yang haru dan penuh tantangan.
Ketidakmampuan untuk pergi berbelanja atau meraih kebutuhan air membuat Diaso merasa semakin tertekan. Rasa cemas dan bingung yang dialami Andre semakin meningkatkan tekanan yang sudah ada.
Pemulihan Kursi Roda dan Perjuangan Ibu
Akhirnya, kursi roda yang hilang itu tiba di Warsawa, tetapi dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Diaso mendapati bahwa kursi tersebut tidak hanya rusak pada bagian dudukan kaki, tetapi juga memiliki mekanisme lipat yang sulit digunakan.
Setelah menerima kursi roda, Diaso merasa kecewa karena kondisi barang tersebut jauh dari harapan. Perusahaan penyedia alat kesehatan menyatakan bahwa kursi roda yang bernilai cukup tinggi itu tidak dapat diperbaiki.
Melalui pengalaman ini, Diaso merasa sangat terabaikan oleh maskapai. Layanan pelanggan Ryanair disebutnya “memble” dengan tidak adanya solusi yang nyata dan hanya menyuruhnya untuk bersabar.
Pengalaman Kirsty Diaso mencerminkan masalah yang lebih besar dalam penerbangan komersial yang harus dihadapi oleh penumpang difabel. Meskipun ada kemajuan dalam pemahaman tentang kebutuhan mereka, masih banyak yang harus dilakukan agar dapat memberikan layanan yang lebih baik. Dalam situasi ini, penting bagi semua pihak untuk menyadari pentingnya memberikan perhatian penuh dan memprioritaskan kenyamanan penumpang difabel dalam perjalanan mereka.
Dengan adanya insiden semacam ini, diharapkan bahwa pihak maskapai dan otoritas yang berkaitan dapat meninjau kebijakan serta prosedur mereka. Di masa depan, pengalaman perjalanan untuk penumpang difabel harus lebih bersahabat dan inklusif, bukan hanya menjanjikan layanan yang baik, tetapi juga mengimplementasikannya secara nyata.