Di tengah pergolakan dan ketegangan yang melanda kawasan Timur Tengah, khususnya pada dekade 1960-an, terdapat sebuah kisah menarik tentang seorang pengusaha sukses asal Suriah. Ia dikenal bukan hanya karena kekayaannya, tetapi juga karena keberaniannya dalam menyusun rencana yang sangat berisiko. Pria tersebut adalah Eli Cohen, yang sebenarnya adalah seorang agen intelijen Israel yang menyusup ke Suriah dengan identitas palsu sebagai Kamel Amin Thaabet.
Identitas barunya di Suriah membuatnya diterima dengan baik oleh kalangan elit. Dengan kecerdasannya, Kamel membangun jaringan yang kuat di lingkungan militer dan politik, yang memungkinkannya mendapatkan banyak informasi strategis tanpa menimbulkan kecurigaan sedikit pun.
Setelah berhasil membangun kepercayaan, Eli Cohen bertindak lebih jauh dan mulai mengumpulkan informasi penting yang dapat dimanfaatkan oleh Israel. Semua ini adalah bagian dari strategi besar yang tidak hanya mengubah hidupnya, tetapi juga mempengaruhi jalannya sejarah Timur Tengah.
Kehidupan Awal dan Identitas Palsu di Suriah
Kelahiran Eli Cohen di Mesir menuntunnya untuk memiliki pemahaman mendalam tentang budaya Arab. Setelah beralih identitas menjadi Kamel Amin Thaabet, ia mengklaim memiliki minat untuk berkontribusi dalam pembangunan Suriah. Situasi di negara itu yang penuh dengan korupsi dan ketidakstabilan membuatnya tampak semakin tulus dalam niatnya.
Dengan dukungan beberapa tokoh kunci, Kamel akhirnya diundang untuk bergabung dengan lingkaran elit Suriah. Dalam pergaulan yang terus berkembang, ia dianggap sebagai patriot yang ingin memperbaiki keadaan tanah kelahirannya. Ini adalah salah satu langkah awalnya untuk membangun kepercayaan di lingkungannya.
Seiring waktu, kehadiran Kamel sering kali diundang dalam acara-acara resmi, di mana ia berkesempatan untuk berinteraksi dengan pejabat tinggi Suriah. Momen-momen inilah yang dimanfaatkan Kamel untuk mengumpulkan informasi yang berharga bagi Mossad, badan intelijen yang mengawasi setiap langkahnya dari jauh.
Pentingnya Jaringan Relasi dalam Mengumpulkan Data Strategis
Penghargaan dan kepercayaan yang diberikan kepada Kamel oleh presiden Suriah, Amin al-Hafez, memberikan akses yang luas untuk menyusup ke dalam struktur pemerintahan. Kamel sering kali diajak ke lokasi-lokasi strategis, yang memungkinkan ia untuk mendapatkan informasi mengenai kekuatan militer dan rencana Suriah terhadap Israel.
Setiap informasi yang diperoleh Kamel tentu saja disampaikan kembali kepada Mossad melalui kode morse yang aman. Selama lebih dari tiga tahun, Kamel menjalankan misinya dengan baik, tanpa satu pun tanda bahwa ia adalah seorang agen asing.
Namun, semakin dekat Kamel dengan kekuasaan, semakin besar pula risikonya. Dengan tawaran untuk menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan Suriah, ia dihadapkan pada situasi yang bisa merubah hidupnya selamanya. Kepercayaan tinggi dari al-Hafez menjadi sebuah pedang bermata dua, yang jika salah langkah dapat berujung pada bencana.
Ketidakberuntungan yang Menghantui Eli Cohen
Pada tahun 1965, saat situasi tampaknya mendukung, Kamel justru terjebak dalam kesalahan fatal. Ia diketahui mengirimkan informasi melalui kode morse oleh militer Suriah yang sudah mencurigainya. Penyelidikan yang dilakukan secara mendalam mengarah pada Kamel, sosok yang selama ini dekat dengan lingkaran kekuasaan.
Ditangkap dan disiksa, Kamel Amin Thaabet tidak hanya menghadapi kemarahan kepemimpinan Suriah, tetapi juga kerugian besar bagi negara tersebut. Pasukan Suriah merasa dikhianati oleh seorang yang mereka percayai. Selama proses penyiksaan, Kamel tetap berpegang pada rahasianya dan tidak membocorkan informasi lebih lanjut kepada pihak berwajib.
Penangkapannya memicu gelombang rasa malu dan kemarahan di kalangan atas Suriah. Mereka yang pernah mendukungnya ikut-ikutan terseret dalam masalah ini, dan situasi makin memburuk akibat tindakan Kamel yang memberi keuntungan bagi pihak Israel di medan perang.
Akhir yang Tragis dan Warisan Sejarah
Pada 18 Mei 1965, Eli Cohen dihadapkan pada jalannya yang paling tragis. Ia dijatuhi hukuman gantung di depan umum, menandai sebuah akhir yang mencekam bagi seorang agen yang mempersembahkan hidupnya untuk negara asalnya dengan cara yang sangat berisiko. Meski begitu, nasib buruk lainnya menantinya—mayatnya tidak pernah kembali ke Israel.
Kematiannya tentu saja meninggalkan jejak di sejarah Israel dan Suriah. Karena informasi yang dicuri Kamel selama masa spionasenya, Israel dapat merencanakan strategi dalam Perang Enam Hari pada Juni 1967. Kemenangan Israel dalam konflik tersebut tidak terlepas dari tindakan heroik sekaligus tragis yang dilakukan oleh Eli Cohen.
Sejarah mengajarkan kita banyak hal, termasuk tentang keberanian, pengorbanan, dan risiko yang diambil untuk mencapai tujuan. Warisan Eli Cohen tetap abadi dalam ingatan, sebagai contoh dari kompleksitas hubungan internasional dan ketegangan yang ada di Timur Tengah. Kisahnya masih dipelajari dan diceritakan hingga saat ini, memberikan pelajaran tak hanya mengenai intelijen tetapi juga mengenai umat manusia itu sendiri.