Jakarta menjadi saksi perjalanan hidup yang menarik dari prajurit TNI, Kapten Marinir Suseno. Pada tahun 1991, dia mendadak menjadi miliarder berkat keberuntungan yang tak terduga dari undian Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB).
Tidak seperti kebanyakan orang, Suseno memperoleh hadiah sebesar Rp1 miliar, yang pada saat itu adalah jumlah uang yang sangat besar. Di tengah kehidupan sebagai prajurit yang biasa-biasa saja, Suseno tiba-tiba diangkat ke dalam dunia kemewahan dan kekayaan yang tidak pernah dibayangkannya sebelumnya.
Awal mula kisahnya dimulai saat Suseno membeli kupon undian SDSB seharga Rp5.000. Keberuntungan berpihak kepadanya, dan dalam sekejap, hidupnya berubah 180 derajat, dari prajurit biasa menjadi prajurit miliarder yang bisa menikmati hidup dengan cara yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Seberapa Besar Nilai Rp1 Miliar pada Tahun 1991?
Uang sebesar Rp1 miliar pada tahun 1991 bukanlah jumlah yang sepele. Untuk memberi gambaran, harga rumah di kawasan elit Pondok Indah di Jakarta saat itu berkisar Rp80 juta per unit.
Artinya, dengan uang tersebut, Suseno bisa membeli 12 unit rumah di kawasan yang terkenal dengan kemewahannya. Ini menunjukkan betapa signifikan dan mengubahnya nominal uang ini di waktu itu.
Tidak hanya itu, harga emas juga sangat murah pada tahun tersebut, dengan nilai sekitar Rp20 ribu per gram. Berkat uang Rp1 miliar, Suseno dapat membeli hingga 50 kilogram emas, yang jika dihitung berdasarkan nilai sekarang dapat mencapai ratusan miliar.
Keberuntungan Melalui Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah
SDSB merupakan program undian yang diperkenalkan oleh Kementerian Sosial di era pemerintahan Soeharto. Program ini dirancang untuk menarik dana dari masyarakat yang kemudian dialokasikan untuk pembangunan.
Pembelian kupon SDSB sangat sederhana, di mana masyarakat hanya perlu menunggu pengumuman pemenang yang biasanya dilakukan setiap Rabu malam lewat siaran radio. Kegiatan ini menjadi salah satu cara untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk merasakan keberuntungan.
Tempat Suseno dalam sejarah SDSB tidak bisa dipisahkan dari banyaknya orang yang ingin mencicipi kesempatan yang ada. Dalam undian ini, hanya ada 1-2 orang dari jutaan peserta yang bisa meraih hadiah, sehingga menjadi jatahnya bagi si pemenang.
Daya Tarik dan Kontroversi SDSB
Popularitas SDSB semakin meningkat, membuat banyak kalangan dari berbagai latar belakang bersaing untuk memperoleh keberuntungan. Tidak hanya petani, tetapi juga tukang becak dan bahkan prajurit TNI ikut serta dalam program ini.
Menariknya, beberapa peserta bahkan mencari bantuan dukun untuk memilih nomor yang dianggap akan membawa keberuntungan. Hal ini menunjukkan betapa besarnya kepercayaan masyarakat terhadap undian ini, meskipun ada kontroversi yang menyertainya.
Namun, program SDSB tidak luput dari kritik. Banyak yang berpendapat bahwa mengubah bentuk penggalangan dana seperti ini mirip dengan perjudian. Bahkan, aktivis yang menentang Orde Baru saat itu menyebut SDSB sebagai perjudian yang dilegalisasi.
Penutupan Akhir dari SDSB dan Dampaknya
Seiring berjalannya waktu, meningkatnya kritik terhadap SDSB membuat program ini akhirnya dihentikan pada tahun 1993. Kematian program ini menandakan era baru dalam cara masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
Meski begitu, cerita Kapten Marinir Suseno tetap menjadi inspirasi bagi banyak orang. Keberuntungannya melalui SDSB menunjukkan bahwa hidup penuh dengan kejutan yang tak terduga.
Sebagai penutupan, kisah Suseno menjadi pengingat bahwa kekayaan bisa datang dari mana saja, bahkan dari suatu undian yang dianggap hanya keberuntungan semata. Namun, pelajaran yang lebih dalam juga harus diambil, tentang tanggung jawab dalam menggunakan kekayaan tersebut.