Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik menunjukkan tanda-tanda melambat, terutama disebabkan oleh kondisi eksternal yang kurang menguntungkan serta tantangan yang dihadapi secara domestik. Berbagai faktor, mulai dari pembatasan perdagangan hingga ketidakpastian kebijakan ekonomi yang meningkat, turut memengaruhi dinamika ini.
Dalam konteks ini, Bank Dunia mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa ekonomi China, yang merupakan kekuatan utama kawasan ini, diprediksi akan mengalami penurunan pertumbuhan. Dari 4,8% pada 2025, China diperkirakan akan turun menjadi 4,2% pada 2026 akibat dampak perlambatan pertumbuhan ekspor dan pengurangan stimulus fiskal.
Sementara itu, negara-negara lain di kawasan Asia Timur juga tidak luput dari dampak ketidakpastian global. Diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan mencapai 4,4% pada 2025 dan 4,5% pada 2026, terhalang oleh tantangan politik dan kebijakan domestik di negara-negara besar seperti Indonesia dan Thailand.
Faktor-faktor yang Menghambat Pertumbuhan Ekonomi Kawasan
Adanya ketidakpastian kebijakan dan instabilitas politik menjadi tantangan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, misalnya, reformasi kebijakan yang diperlukan untuk mendongkrak perekonomian sering kali terhambat oleh pengaruh berbagai kepentingan politik yang saling bertentangan.
Sementara itu, Thailand juga mengalami situasi yang serupa. Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten membuat pelaku ekonomi enggan untuk berinvestasi, yang pada gilirannya memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini menunjukkan relevansi stabilitas politik dalam menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.
Dari sisi global, peningkatan ketegangan perdagangan menciptakan tambahan tekanan. Negara-negara di kawasan ini mulai merasakan dampak dari perubahan kebijakan ekonomi di negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China. Keterikatan ekonomi yang kuat membuat mereka rentan terhadap fluktuasi ekonomi global.
Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Negara Lainnya
Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 4,8% pada 2025 dan dipertahankan di level yang sama untuk tahun berikutnya. Meskipun dinilai positif, kondisi itu masih jauh dari optimal mengingat berbagai tantangan struktural yang dihadapi.
Melihat ke negara-negara kepulauan Pasifik, diperkirakan pertumbuhan ekonomi mereka akan lebih lambat, dengan proyeksi 2,7% pada 2025 dan 2,8% pada 2026. Rentannya ekonomi di negara-negara ini terhadap perubahan iklim dan kondisi global menjadi salah satu faktor utama di balik lambatnya pertumbuhan mereka.
Secara keseluruhan, pertumbuhan yang lebih lambat ini tidak hanya menjadi tantangan bagi Indonesia tetapi juga bagi seluruh negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama untuk menghadapi ketidakpastian yang ada.
Pentingnya Langkah-langkah Fiskal untuk Menopang Pertumbuhan
Bank Dunia menekankan bahwa meski langkah-langkah fiskal dapat mendukung pertumbuhan jangka pendek, manfaatnya mungkin tidak berkelanjutan tanpa ada reformasi yang lebih dalam. Program pengeluaran fiskal yang tidak efektif dapat menghasilkan dampak negatif jangka panjang bagi perekonomian.
Dalam banyak kasus, dukungan pemerintah saat ini dapat menciptakan pertumbuhan yang sebenarnya melebihi estimasi potensi. Hal ini terlihat jelas di China dan Indonesia di mana pertumbuhan sekitar 5% per tahun lebih banyak dipacu oleh stimulus pemerintah daripada faktor lainnya.
Reformasi struktural yang lebih mendalam dan menyeluruh menjadi suatu keharusan untuk memastikan pertumbuhan yang berkualitas. Tanpa peningkatan yang berkelanjutan dalam produktivitas dan inovasi, pertumbuhan ekonomi di masa depan mungkin terancam.













