Presiden Prabowo Subianto menyoroti masalah yang serius terkait praktik pemberian tantiem di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia menekankan bahwa pemberian ini sudah melampaui batas dan merugikan keuangan negara, dengan beberapa komisaris menerima jumlah yang fantastis meskipun kehadiran mereka sangat minim.
Dalam konteks ini, Prabowo mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap pengelolaan BUMN yang dianggap tidak efisien. Salah satu contoh yang disebutkan adalah adanya komisaris yang hanya hadir satu kali dalam sebulan namun menerima tantiem setinggi Rp40 miliar setiap tahunnya.
Prabowo juga menyatakan bahwa ia telah memberi instruksi kepada seluruh direksi untuk tidak memberikan tantiem jika perusahaan merugi. Sebaliknya, jika ada keuntungan, ia menegaskan bahwa keuntungan tersebut harus benar-benar nyata dan tidak berbasis pada akal-akalan semata.
Mengapa Pemberian Tantiem Perlu Dievaluasi Secara Menyeluruh?
Pemberian tantiem yang tinggi kepada komisaris BUMN menjadi sorotan karena dianggap tidak adil untuk masyarakat dan juga para pekerja. Tantiem yang tidak proporsional mencerminkan ketidakadilan dalam sistem pengelolaan BUMN yang seharusnya bertanggung jawab terhadap publik.
Lebih lanjut, Prabowo juga mengungkapkan rencana untuk mengurangi jumlah komisaris di BUMN. Ia percaya bahwa dengan mengurangi jumlah komisaris, pengelolaan bisa lebih efisien dan fokus pada peningkatan kinerja perusahaan.
Ketika tantangan ekonomi semakin kompleks, perusahaan negara harus dipimpin oleh individu yang berkomitmen dan bertanggung jawab. Hal ini bisa melahirkan sebuah sistem yang lebih transparan dan akuntabel bagi stakeholders yang berkepentingan.
Dampak Negatif dari Praktik Tantiem yang Ambigu
Praktik pemberian tantiem yang tidak sesuai dapat berakibat buruk bagi citra BUMN di mata publik. Masyarakat menjadi skeptis terhadap kemampuan BUMN dalam mengelola keuangan negara yang diamanahkan kepada mereka.
Pemberian tantiem yang tinggi juga bisa memicu demotivasi di kalangan karyawan. Jika mereka melihat komisaris yang hanya hadir sebulan sekali tetapi menikmati imbalan luar biasa, hal ini akan mengurangi semangat kerja dan loyalitas para pekerja.
Keberlanjutan BUMN dalam menjalankan fungsinya sebagai penopang ekonomi negara terancam jika pengelolaannya tidak diperbaiki. Agar dapat berfungsi secara optimal, reformasi dalam kebijakan pengelolaan, termasuk dalam hal pemberian tantiem, sangat diperlukan.
Reformasi yang Diperlukan untuk Meningkatkan Efisiensi BUMN
Implementasi reformasi dalam pengelolaan BUMN dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Salah satunya adalah mengajak para ahli dalam bidang manajemen untuk memberikan masukan tentang standar imbalan yang wajar.
Penting untuk tidak hanya memusatkan perhatian pada pengurangan komisaris, tetapi juga memperbaiki sistem akuntabilitas. Sistem yang lebih transparan akan memberikan kepercayaan lebih kepada publik bahwa BUMN dikelola secara baik dan efisien.
Prabowo percaya bahwa melalui perubahan ini, BUMN bisa menjadi lebih berdaya saing dan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian nasional. Dengan langkah-langkah yang tepat, kepercayaan masyarakat terhadap BUMN akan terbangun kembali.