Kisah seorang pahlawan sering kali mengundang rasa kagum, namun bagaimana jika sang pahlawan tersebut mengalami nasib yang tragis dan berakhir sebagai buronan? Inilah yang terjadi pada Kusni Kasdut, seorang mantan pejuang kemerdekaan Indonesia yang membuat keputusan mengubah jalannya hidupnya. Perjuangan yang mulia di masa lalu memudar, saat dia beralih menjadi penjahat setelah merdeka.
Kusni Kasdut adalah sosok yang sudah terlibat dalam perjuangan melawan penjajah Belanda. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, dia menjadi bagian dari Brigade Teratai yang terkenal berani. Namun, perubahan situasi pasca-perang membawa dampak besar bagi hidupnya.
Setelah berada dalam garis depan perjuangan, Kusni menghadapi dilema saat kondisi negara kembali normal. Meskipun banyak veteran yang diakomodasi ke dalam struktur militer, nasibnya justru berbeda; dia tersisih dan kehilangan arah dalam kehidupan.
Kisah Perjuangan yang Berujung pada Kejahatan
Sejak awal perjuangan, Kusni harus mencari cara untuk membiayai tindakan-tindakan heroiknya. Dengan keterbatasan dana, dia sering kali terlibat dalam pencurian emas dan berlian untuk membiayai kebutuhan. Dalam beberapa kesempatan, dia bahkan berhasil mencuri meriam dari tentara Belanda, jumlah yang tidak sedikit untuk sebuah perjuangan.
Tentu saja, aksinya tidak selalu mulus. Beberapa kali, dia tertangkap tangan oleh Belanda dan harus meringkuk di balik jeruji besi. Penderitaan fisik serta mental menjadi bagian dari jalan hidupnya. Semuanya berlanjut hingga perang usai, dan situasi yang berubah samasekali mengguncang dunianya.
Begitu perang berakhir, Kusni tidak menemukan tempat di dalam TNI, yang seharusnya menjadi pelabuhan bagi pejuang sepertinya. Dengan efek traumatis dari masa lalu, dia merasa tertolak. Marah dan putus asa, dia memilih untuk mengambil langkah yang menyimpang.
Transisi dari Pejuang ke Penjahat
Dalam keadaan yang tertekan, seorang teman mengajaknya terlibat dalam kejahatan. Tawaran ini membuka jalan baru dalam hidup Kusni yang penuh dengan risiko. Dia mulai dengan pemerasan, berpura-pura menjadi penculik untuk memeras keluarga korban.
Keberhasilan pertama ini membuatnya merasakan kemewahan yang tidak pernah dia alami sebelumnya. Sejak saat itu, dia terjun lebih dalam ke dunia kejahatan dan menjadi terobsesi dengan uang hasil curian.
Dengan bakat dan keberanian yang pernah dia tunjukkan dalam berjuang, Kusni cepat menjadi spesialis dalam merampok emas dan berlian. Dalam sekejap, dia mengubah diri dari pejuang kemerdekaan menjadi buronan yang dicari.
Aksi Perampokan yang Menggemparkan
11 Agustus 1953 menjadi hari yang tidak terlupakan, saat dia merampok rumah seorang kaya bernama Ali Badjened di Jakarta. Perampokan tersebut tidak hanya berhasil memberi hasil, tetapi juga mengubah hidupnya selamanya. Dengan brutal, dia menghabisi nyawa pemilik rumah, dan peristiwa ini menjadi headline di berbagai surat kabar.
Meskipun cepat menjadi buronan utama, Kusni ternyata pandai menghindar dari penangkapan. Dia dikenal sebagai sosok yang licin, membuat aparat kesulitan melacak jejaknya. Namun, dia tidak hanya mengejar kekayaan untuk diri sendiri.
Dari hasil rampokan, dia kerap membagikannya kepada orang-orang yang kurang beruntung. Sikap ini menunjukkan sisi kemanusiaan yang kontras dengan tindakan kriminal yang dilakukannya.
Pencurian di Museum dan Akhir yang Tragis
Perampokan yang paling dikenal adalah saat dia menyamar sebagai polisi untuk merampok Museum Nasional Jakarta pada 31 Mei 1961. Dalam tindakan berani ini, dia berhasil membawa kabur barang berharga senilai Rp2,5 miliar. Keberhasilan ini membuat namanya melambung, tetapi juga memicu kehancuran di kemudian hari.
Segera setelah pencurian itu, polisi pun melakukan penyelidikan dan siap menyamar sebagai pembeli untuk menangkapnya. Ketika Kusni terjerat dalam rencana tersebut, dia memang berusaha melarikan diri, tetapi akhirnya berhasil ditangkap.
Nasib buruk berlanjut dengan persidangan yang mencoreng hidupnya. Vonis hukuman mati menjatuhinya, dan Kusni harus menghadapi realitas pahit dari pilihannya. Berpindah-pindah penjara menjadi rutinitasnya sambil menunggu eksekusi yang entah kapan datangnya.
Pada fase akhir hidupnya, dia mengalami transformasi spiritual dan menjadi penganut Katolik yang taat. Menjelang eksekusi, dia mengajukan permohonan grasi kepada Presiden, berharap agar hukumannya dibatalkan. Namun, harapan tersebut sirna.
Kisah hidup Kusni Kasdut memberi gambaran betapa rumitnya pilihan hidup seorang pejuang yang pada akhirnya terjebak dalam kejahatan. Pada 16 Februari 1980, dia dieksekusi, meninggalkan warisan yang penuh dengan kontroversi. Sebagian orang mengenangnya sebagai pahlawan, sementara yang lain melihatnya hanya sebagai penjahat. Dalam buku sejarah, namanya terukir sebagai simbol dari dua sisi kehidupan yang bertentangan.